Read more: http://ino-yasha.blogspot.com/2012/08/membuat-title-blog-pada-tab-bergerak.html#ixzz35frO2DuT

Mendapatkan Pangkat atau Jabatan

Diposting oleh Unknown Jumat, 02 Oktober 2015


Mendapatkan Pangkat atau Jabatan

Berbicara mengenai kedudukan dalam suatu organisasi baik itu publik ataupun private memang tidak ada habisnya. Pangkat atau jabatan dipandang sangat penting sehingga setiap orang merasa perlu untuk memiliki jabatan atau pangkat yang lebih tinggi yang otomatis membuat kedudukannya pun menjadi lebih baik. Dengan pangkat atau jabatan tinggi yang dirasa strategis akan lebih banyak hal yang bisa dilakukan, pengaruh yang diberikan pun tinggi, dan tentunya secara financial juga semakin membaik. Tak ayal, banyak orang yang mendedikasikan hidupnya untuk pekerjaannya dengan

harapan akan mendapatkan pangkat atau jabatan yang dianggap semakin baik.
Memang, dari pandangan di atas rasanya tidak ada yang salah, asalkan loyal terhadap pekerjaannya dan jika mendapatkan posisi yang strategis, itu merupakan efek samping dari hasil loyalitasnya terhadap pekerjaan. Lalu, pertanyaannya adalah bagaimana jika yang terjadi bahwa banyak orang yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan posisi yang strategis tersebut? Seperti loyalitas terhadap pimpinan misalnya, atau rela mengeluarkan seabrek duit, atau yang tak asing lagi dengan memanfaatkan fasilitas Nepoteisme.

Mudah rasanya mencari fenomena ini di Negara kita tercinta, Indonesia. Mulai dari aksi pencokokan duit kebohongan kepada masyarakat saat berkampanye, jabatan yang turun temurun, satu keturunan yang tiba-tiba menjadi pejabat karena ada keluarganya yang menjadi Kepala Daerah, memilih keluar partai karena tidak terpilih menjadi ketua dan membentuk partai baru, dan contoh-contoh lainnya yang masih terlalu banyak untuk dituliskan yang kesemuanya ini memperlihatkan betapa jabatan tertentu yang mereka anggap strategis tersebut akan bisa mewujudkan ambisi mereka. Sayang, sebagian ambisi besar mereka ternyata untuk kebaikan, kebaikan kepada mereka dan kerabatnya.

Orang yang berambisi mengejar suatu jabatan/kedudukan tak dapat dipastikan akan memiliki kinerja yang lebih baik. Faktanya di negeri ini, mereka yang rela mengeluarkan seabrek duit hanya untuk menjadi seorang Kepala Daerah atau Anggota Dewan banyak yang berakhir di penjara. Padahal, Allah melaknat mereka para penyuap, penerima suap, dan yang memberi peluang bagi mereka (H. R. Ahmad). Hadits Nabi S.A.W yang lain juga lebih dipertegas tentang ambisi mengejar jabatan, Beliau bersabda  yang artinya:

“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan ditolong mengatasinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Satu kalimat sederhana yang mudah diingat dan terasa sangat masuk akal adalah “mendapatkan jabatan karena ambisimu maka kau akan menanggung seluruh bebannya dan jika tanpa ambisi maka kau akan ditolong mengatasinya”. Sungguh, ini benar-benar hal yang sangat dirasakan. Bukankah setiap jawaban ada pertanggung jawabannya?

Melihat hadits ini, Nabi memberikan pandangan bahwa memang sebenarnya ada dua pihak yang terlibat dalam hal ini, dari kalangan pemimpin (nya) dan si empunya ambisi/non ambisi tersebut. Hal ni karena nabi tidak pernah mau mengangkat orang yang ambisius dalm kedudukan semasa hidupnya,

“Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, sudah saatnya keadilan dan kecerdasan berpikir yang dikedepankan seorang pemimpin dan masyarakat dengan melihat loyalitas dan dedikasi yang tinggi yang telah dan akan diberikan oleh mereka yang nantinya mengisi setiap posisi/jabatan. Bukan memanfaatkan fasilitas Nepoteisme, .

Bukan membodohi masyarakat dengan seabrek duit kebohongan, atau bukan pula karena tidak legowo menerima kenyataan tidak bisa menjadi ketua lalu menarik diri dan membuat yang baru sehingga posisi ketua bisa dirasakan.

Terkadang banyak yang berpikir mereka memiliki ide-ide yang brilian untuk membuat suatu kemajuan dan hanya akan bisa terwujud jika memiliki posisi teratas. Bayangkan saja jika sikap egois ini terjadi hampir kepada semua mereka yang seperti ini, bagaimana hancurnya bangsa ini ke depannya.  Semua merasa jenius dan berjiwa kepemimpinan dan dibalut pula dengan sifat tinggi hati. Alhasil, “Persatuan Indonesia” pun hanya akan tetap menjadi ucapan-ucapan omong kosong belaka karena mereka telah membudayakan egoism dan dipalingkan dari ketidakmampuan untuk menjadi satu.

  1. okk this very good

     

Posting Komentar